Zoners, ingatkah kalian kisah hijrah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dari Makkah ke Madinah?? Petikan kisah penuh makna yang rasanya dulu sempat menjadi dongeng saat pelajaran agama Islam di sekolah ataupun di TPA-TPA. Kalau zoners lupa, kali ini aku akan mengajak zoners mengingatnya kembali. Dan bagi zoners yang masih mengingatnya, aku mau mengajak untuk mengulas kembali biar kita tidak mudah lupa dengan salah satu peristiwa penting pada masa perjuangan Islam di zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dahulu.
Oiya, ini re-post lho dari Khilafatul Muslimin's Website. Aku belum berani mengetik sendiri kalau berkaitan dengan sejarah dan hukum Islam karena belum ahli. Aku tidak mau mengajak zoners salah berjama'ah, tetapi kalau shalat berjama'ah bolehlah. Hehehe ~^^
Dan Insyallah penulis asli rubrik ini cukup tahu tentang sejarah Islam. So, check it out!! ~^^
Setelah para kepala dan ketua kaum Quraisy
mengetahui bahwa sebagian dari kaum muslimin telah berpindah dari Makkah
ke Madinah dengan diam-diam, dengan melihat bahwa tiba tiba saja telah
banyak rumah rumah kaum muslimin yang sudah kosong, lambat laun mereka
juga mendengar bahwa Kaum Muslimin di Madinah telah berjanji dengan
sekokoh-kokohnya kepada Nabi shalallahu ‘Alaihi Wa sallam bahwa
mereka sanggup menolong dan membantu serta menyokong dengat
sekuat-kuatnya atas apa yang sudah di usahakan dan di perjuangkan oleh
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam. Oleh sebab itu, mereka
merasa dan menyadari bahwa semua perbuatan mereka yang pernah di lakukan
terhadap diri Nabi dan para pengikutnya akan mendapat balasan yang
sangat hebat dari kaum pengikut beliau dari luar negri. Dalam pada itu,
mereka lalu mencari cari jalan untuk mencegah adanya pembalasan itu
kelak. Dimana-mana, baik di rumah rumah maupun di jalan dan lainnya,
yang mereka perbincangankan tidak lain adalah kekhawatiran akan balasan
dari pengikut Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam.
RAPAT TERTUTUP KAUM QURAISY
Setelah kaum Quraisy merasa semakin resah dengan hijrahnya pengikut Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Di adakanlah pertemuan di Darun Nadwah [rumah Qushay bin Kilab tempat
kaum Quraisy memutuskan segala perkara] yang di hadiri juga oleh iblis
yang menyamar sebagai seorang syaikh dari najd untuk membahas apa yang
harus di lakukan terhadap Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil seorang pemuda yang
kuat dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy. Kepada masing-masing
pemuda diberikan sebilah pedang yang ampuh, kemudian secara bersama-sama
mereka serentak membunuhnya. Ini dilakukan agar bani Abdi Manaf tidak
berani melancarkan serangan terhadap semua orang Quraisy dan mereka
pasti akan menerima diyat [bayaran ganti rugi]
NABI SHALALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENINGGALKAN RUMAH
Pada hari ketika rapat dan keputusan itu berlangsung Jibril ‘Alaihi Salam datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dan berkata
يارسول الله ! لاتبت هذه الليلة علي فراشك الذي كنت تبيت عليه وان الله ياءمرك بالهجرة الي المدينة
“Wahai Rasulullah ! janganlah engkau tidur malam ini di
atas tempat tidur engkau yang engkau telah biasa tidur di atasnya,
sesungguhnya, Allah menyuruh engkau supaya berangkat hijrah ke madinah”
Dalam riwayat Bukhari, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan “pada suatu hari, kami duduk di rumah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, tiba-tiba ada seseorang yang berkata kepada Abu Bakar, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam datang, padahal beliau tidak biasa datang kemari pada saat seperti ini. Abu Bakar kemudian berkata,”Demi Allah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam datang pada saat seperti ini tentu saja ada kejadian penting.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam kemudian datang dan meminta izin untuk masuk. Setelah di persilahkan oleh Abu Bakar, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam pun masuk ke rumah lalu berkata kepada Abu Bakar, ‘suruhlah kelurgamu keluar rumah.‘ Abu Bakar menjawab. ‘wahai Rasulullah, tidak ada siapa-siapa kecuali keluargaku.’ Rasulullah menjelaskan, ‘Allah telah mengizinkan aku berangkat hijrah.‘ Abu Bakar bertanya, ‘Apakah aku jadi menemani Anda, ya Rasulullah?’ jawab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, ‘ya benar, engkau menemani aku.’ Abu Bakar kemudian berkata ‘Ya Rasulullah, ambillah salah satu dari dua ekor untaku.’ Jawab Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasalam, ‘ya tapi dengan harga.’
Lebih jauh, Aisyah radhiyallahu ‘anha
menceritakan, ‘Kami kemudian mempersiapkan keperluan secepat mungkin
dan kami buatkan bekal makanan yang kami bungkus dalam kantung yang
terbuat dari kulit. Asma’ binti Abu Bakar lalu memotong ikat pinggangnya
untuk mengikat mulut kantong itu sehingga ia mendapat sebutan ‘pemilik
dua ikat pinggang’
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam kemudian
menemui Ali bin Abi Thalib dan memerintahkannya untuk menunda
keberangkatannya hingga selesai mengengembalikan barang-barang titipan
orang lain yang ada pada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam.
Pada masa itu, setiap orang Makkah yang merasa khawatir terhadap
barang miliknya yang berharga, mereka selalu menitipkannya kepada
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam karena mereka mengetahui kejujuran dan kesetiaan beliau dalam menjaga barang-barang amanat.
Sementara itu, Abu Bakar memerintahkan anak
lelakinya, Abdullah, supaya menyadap berita-berita yang di bicarakan
orang banyak di luar untuk disampaikan pada sore harinya kepadanya di
dalam gua. Selain Abdullah, kepada bekas budaknya yang bernama Amir bin
Fahirah, juga diperintahkan oleh Abu Bakar supaya mengembalakan
kambingnya di siang hari dan pada sore harinya supaya di giring ke gua
unuk di perah air susunya, disamping juga untuk menghapuskan jejak.
Kepada Asma’, Abu Bakar menugasinya agar membawa makanan setiap sore
untuknya dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam.
Pada malam hijrah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, orang-orang musyrik telah menunggu di pintu rumahnya. Mereka mengintai hendak membunuhnya. Akan tetapi, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam lewat
di hadapan mereka dengan selamat karena Allah telah mendatangkan rasa
kantuk pada mereka. Sementara itu, Ali bin abi Thalib dengan tenang
tidur di atas tempat tidur Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam setelah mendapat jaminan dari beliau bahwa mereka tidak akan berbuat jahat kepadanya.
Selanjutnya, berangkatlah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam bersama
Abu Bakar menuju gua Tsur. Peristiwa ini menurut riwayat yang paling
kuat terjadi pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal, bertepetan dengan 20
September 622 M, tiga belas tahun setelah bi’tsah. Abu Bakar kemudian
memasuki gua terlebih dahulu untuk melihat barang kali di dalamnya ada
binatang buas atau ular. Di gua inilah kedunya menginap selama tiga
hari. Setiap malam, Abdullah bin Abu Bakar menginap bersama mereka
kemudian turun ke Makkah pada waktu subuh. Sementara itu, Amir bin
Fahirah datang ke gua dengan kambing kambingnya untuk menghapuskan jejak
kaki Abdullah.
Pada saat itu, kaum musyrik -setelah mengetahui keberangkatan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam- mencari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dengan
mengawasi semua jalan ke arah Madinah dan memeriksa semua tempat
persembunyian, bahkan sampai ke gua Tsur. Saat itu, terdengar
langkah-langkah kaki kaum musyrikin di sekitar gua sehingga Abu Bakar
merasa khawatir dan berbisik kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam “seandainya di antara mereka ada yang melihat ke arah kakinya, niscaya mereka akan melihat kita” tetapi di jawab oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, “Wahai Abu Bakar, jangan kamu kira kita hanya berdua saja. Sesungguhnya, Allah beserta kita.”
Allah menutup mata kaum musyrikin
sehingga tak seorang pun melihat ke arah gua itu dan tak seorang pun di
antara mereka yang berpikir tentang apa yang ada di dalamnya.
Setelah tidak ada lagi yang mencari dan setelah
datang Abdullah bin Uraiqith -seorang pemandu jalan yang di bayar untuk
menunjukan jalan rahasia ke Madinah- berangkatlah keduanya menyusuri
jalan pantai dengan di pandu oleh Abdullah bin Uraiqith itu.
PERIHAL SURAQAH BIN JA’TSAM
Pada waktu itu, kaum Quraisy mengumumkan tawaran bahwa siapa saja yang dapat menangkap Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dan Abu Bakar akan diberi hadiah sebesar harga diyat [tebusan] masing masing dari keduanya.
Pada suatu hari, ketika sejumlah orang dari
bani Mudjil sedang mengadakan pertemuan, di antara mereka terdapat
Suraqah bin Ja’tsam, tiba-tiba datang kepada mereka seorang lelaki
sambil berkata, “saya baru saja melihat beberapa bayangan hitam di pantai. Saya yakin mereka adalah Muhammad dan sahabatnya” Suraqah pun mafhum bahwa mereka adalah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dan Abu Bakar, tetapi dengan pura-pura ia berkata, “Bukan, mereka adalah si fulan da si fulan yang sedang bepergian untuk suatu keperluan.” Ia berhenti sejenak kemudian menunggang kudanya untuk mengejar rombongan itu, hingga ketika sampai di dekat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam tiba-tiba
kudanya tersungkur dan ia pun jatuh terpelanting. Dia kemudian bangun
dan mengejar kembali sampai mendengar bacaan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam. Berkali-kali Abu Bakar menoleh ke belakang, sedangkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam berjalan
terus dengan tenang. Tiba-tiba Suraqah terempas lagi dari punggung
kudanya dan jatuh terpelanting. Ia bangun lagi dengan berlumuran tanah
kemudian berteriak memanggil-manggil meminta diselamatkan.
Tatkala Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dan Abu Bakar menghampirinya, ia meminta maaf dan memohon supaya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam sudi berdo’a memohonkan ampunan untuknya dan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam ia menawarkan bekal perjalanan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam menjawab tawaran itu, “kami tidak membutuhkan itu! Yang ku minta supaya engkau tidak menyebarkan berita tentang kami.” Suraqah menyahut,”Baiklah.”
Setelah itu, pulanglah Suraqah dan setiap bertemu orang orang yang mencari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, dia selalu menyarankan supaya kembali saja. Demikianlah kisah Suraqah. Di pagi hari, ia berjuang ingin membunuh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, tetapi di sore hari berbalik menjadi pelindungnya.
RASULULLAH SALALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM TIBA DI MADINAH
Tatkala orang islam Madinah mendengar keluarnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dari Makkah, mereka menunggu kedatangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam dari pagi hari sampai panasnya waktu tengah hari, setelah lama menunggu karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam belum
kunjung tiba, mereka kembali ke rumahnya masing-masing, setibanya di
rumah, seorang Yahudi yang berada di atas salah satu benteng mereka yang
sedang melihat suatu urusan, melihat rombongan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam yang
berpakaian putih-putih, yang samar-samar karena fatamorgana. Oleh
karena itu, Yahudi tersebut tidak tahan hingga berkata dengan suaranya
yang paling keras, “wahai sekalian orang Arab, ini orang yang kamu
tunggu sudah tiba.” Maka kaum muslimin berhamburan membawa senjata,
akhirnya mereka menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam di luar Harrah.
Rasulullah membawa mereka belok ke arah kanan
hingga singgah dengan mereka di kediaman Bani ‘Amru bin ‘Auf. Peristiwa
ini terjadi pada hari senin 12 Rabi’ul Awwal. Abu Bakar berdiri di
hadapan orang Madinah, sedangkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam duduk berdiam diri, maka orang-orang yang datang [yang belum pernah melihat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wasalam] dari kaum Anshar memberi penghormatan kepada Abu Bakar, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam terkena
panas matahari, lalu Abu Bakar menghampiri beliau dan menaunginya
dengan selendangnya, maka ketika itu, barulah mereka mengetahui
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam.
Beberapa Pelajaran Penting
Dalam kisah ini kita dapat melihat pengorbanan
yang harus di lakukan oleh setiap muslim dalam menjaga aqidah dan
keimanannya, dan menjadikannya di atas segala sesuatu. Tidak ada nilai
dan arti tanah air, bangsa, harta, dan kehormatan apabila aqidah dan
syi’ar-syi’ar islam terancam punah dan hancur. Karena itu, Allah
mewajibkan para hamba-Nya untuk mengorbankan segala sesuatu -jika
diperlukan- demi mempertahankan aqidah islam.
Karena itu, Allah mensyari’atkan prinsip
berkorban harta dan tanah air demi mempertahankan aqidah dan tanah air
demi mempertahankan aqidah dan agama manakala diperlukan. Dengan
pengorbanan ini, sebenarnya kaum Muslimin telah memelihara harta,
negara, dan kehidupan kendatipun tampak pada kali pertama mereka
kehilangan semua itu.
Adapun pelajaran yang terkandung dalam kisah hijrah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam adalah sebagai berikut :
Pertama, keutamaan Abu Bakar sebagai
sahabat yang paling utama, karena merupakan sahabat yang paling dekat,
jujur, setia dan paling besar pengorbanannya
Kedua, Sikap kontradiktif yang di
ambil oleh kaum musyrikin. Di satu sisi, mereka mendustakannya dan
menganggapnya sebagai tukang sihir atau penipu, tetapi pada sisi lain
mereka tidak menemukan orang yang lebih amanah dan jujur dari Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa sallam. Ini menunjukan bahwa keingkaran dan penolakan mereka bukan karena meragukan kejujuran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, melainkan
karena kesombongan dan keangkuhan mereka terhadap kebenaran yang
dibawanya, di samping karena takut kehilangan kepemimpinan dan
kesewenang-wenangan mereka.
Ketiga, mukjizat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam yang
dapat keluar dari rumahnya yang sudah di kepung oleh kaum musyrik yang
hendak membunuhnya. Dan perlindungan Allah kepadanya dari Suraqah bin
Ja’tsam.
Keempat, sambutan masyarakat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam memberikan
gambaran akan besarnya kecintaan mereka terhadap beliau. Setiap hari,
mereka keluar dibawah terik matahari ke pintu gerbang kota Madinah
menantikan kedatangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam. Hingga apabila matahari terbenam, mereka kembali untuk menantikannya esok hari.
Demikianlah, sepenggal kisah mengenai hijrahnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam semoga dapat meningkatkan semangat kita dalam memperjuangkan sistim yang haq ini yaitu sistim “Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah”. Semoga Allah memberikan kekuatan untuk berkorban demi menjaga Aqidah layaknya Abu Bakar Ash Shiddiq, dan semoga Allah menumbuhkan rasa cinta di dalam hati kita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam -dan para penerus kepemimpinan beliau (para Khalifah)- layaknya kaum Anshor.
Author : Imran Najib [Khilafatul Muslimin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
please leave your comment,, thx..^^